Minggu, 30 Agustus 2020

TELADAN SEORANG SUPIR BIS

Kebaikan suatu kelompok tergantung dari pemimpinnya. Kalimat ini berlaku juga pada sebuah kendaraan bernama bis karyawan. Sebuah kendaraan akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh supir yang baik pula.

Adalah Pak Nanang, seorang supir bis jemputan karyawan di instansi tempat saya bekerja. Setiap hari, bis Pak Nanang menempuh rute bagian utara kota, untuk menjemput karyawan yang tinggal di sekitar jalur itu. Pak Nanang bukan satu-satunya supir bis. Selain Pak Nanang masih ada 7 supir bis lagi yang bertugas dengan rute berbeda. Tapi Pak Nanang terdengar begitu istimewa di telinga penumpang, bahkan penumpang bis lain. Ini karena beliau terkenal dengan citra sebagai supir bis yang sangat baik.

Mengawali perjalanannya di pagi hari, Pak Nanang selalu berdoa sebelum menjalankan kendaraannya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di jalan raya yang padat dengan jarak tempuh satu jam. Banyak hal bisa terjadi mengingat di jalan kita akan menjumpai motor yang berseliweran, jalanan yang macet, atau berbagai kejadian diluar dugaan. Kekuatan doa mampu menenangkan hati dalam menghadapi berbagai situasi di jalan. Doa inilah yang menjadikan perjalanan kami sehari-hari menjadi berkah, dilindungi dan menyenangkan.

Pak Nanang sangat ramah pada semua penumpang bisnya, tidak peduli jabatan orang tersebut. Keramahannya juga diperuntukkan kepada seluruh karyawan, walaupun bukan penumpang bis nya. Kadangkala ada karyawan yang ingin ikut naik bis, Pak Nanang dengan senang hati mempersilakan pegawai tersebut naik. Atau di lain kesempatan ada karyawan perempuan yang membawa anak balitanya, dengan senyum ramah Pak Nanang menerimanya. Karena kebaikannya, tak heran jika bisa Pak Nanang selalu penuh penumpang. Penumpang rela jika harus duduk bertiga untuk bangku yang semestinya diisi dua orang.

Disela padatnya bis, Pak Nanang berbincang dengan penumpang, saling bertukar informasi dan saling menasehati. Pak Nanang juga suka menghibur kami dengan senandung dan guyonan-guyonannya. Begitu hangat dan damainya perjalanan kami menuju dan pulang kantor. Di pagi hari, suasana bis menyemangati, sedangkan di sore hari, suasana bis mampu menenangkan karyawan yang lelah. Ini tak lain dan tak bukan karena terbawa suasana tenang dan ikhlas dari supirnya.

Pak Nanang tidak enggan melayani telepon atau sms dari penumpang. Kadangkala ada penumpang yang ketinggalan bis. Jika waktu masih memungkinkan, dan dengan persetujuan penumpang lain, Pak Nanang akan menunggu penumpang yang ketinggalan tersebut.

Rasa kekeluargaan terjalin diantara sesama penumpang bis. Ini karena Pak Nanang mampu mengajak kami saling peduli dengan kesulitan sesama penumpang. Ketika ada anggota bis yang mempunyai acara pernikahan atau sunatan, Pak Nanang mengumumkan di bis dan mengajak kami untuk hadir. Begitupun jika ada berita duka dari anggota bis, Pak Nanang mengajak kami untuk menyumbangkan dana sebagai bukti ikut berbelasungkawa.

Sikap Pak Nanang tak hanya baik kepada penumpang bis, tapi juga baik kepada pengguna jalan yang lain. Toleransinya sangat tinggi. Pak Nanang menghadapi motor dan mobil yang kadang-kadang kurang bersahabat dengan hati lapang. Bahkan Pak Nanang bersikap ramah kepada ?Polisi gopek? Yang melakukan pungli di setiap tikungan. ?Mereka pasti tidak ingin menjadi ?Polisi gopek?, keadaanlah yang memaksanya. Niat saya membantu, saya ikhlas, jika bisa membantu mereka kenapa tidak ?? Demikian kata Pak Nanang bijak.

Adalah benar bahwa rejeki diatur oleh Allah, dan berbanding lurus dengan usaha dan kebaikan yang kita tanam. Rejeki tak hanya berupa materi, namun juga kesehatan dan kebahagiaan. Pada setiap awal bulan setelah gajian, sudah menjadi kebiasaan penumpang untuk menyisihkan uang sekedarnya sebagai tanda terimakasih kepada supir bis yang dinaikinya masing-masing. Tanpa bermaksud menghitung materi, kebaikan Pak Nanang ternyata menjadikan uang yang terkumpul untuknya lebih banyak dibanding pada supir bis yang lain. Namun begitu Pak Nanang tidak pernah merasa sombong. Hatinya tulus menjalankan tugas sebagai supir. Beliau menyadari betul bahwa bis yang dikendarainya adalah milik instansi, bukan miliknya, dan bukanlah alat untuk meminta hormat atau alat untuk bersombong. Sebenarnya kenyataan ini sudah jelas, namun ternyata tidak semua supir bis menyadari hal tersebut. Sebagian diantara mereka ada yang pilih-pilih penumpang, bersikap angkuh pada penumpang, dan kurang melayani.

Sebuah kebaikan dan jiwa kepemimpinan bisa berasal dari siapa saja. Termasuk dari seorang supir bis. Kami sebagai penumpang bis selalu berdoa, semoga Pak Nanang diberi kesehatan dan panjang umur agar dapat lebih lama bersama-sama menikmati perjalanan dengan bis karyawan.

Tulisan ini dimuat di majalah Paras edisi Februari 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar