Senin, 08 Juni 2020

Never Miss A Precious Moment

Di balik senyum saat seremoni penganugerahan atau penyerahan hadiah,

pernah ada "sakit"  yang orang belum tahu.

Penanugerahan lomba web oleh Rektor IPB. Foto dari http://lombaweb.event.ipb.ac.id/

Bagi penyuka kompetisi menulis dan blog, kemenangan adalah puncak sebuah kompetisi. Sebelum dan sesudahnya selalu ada moment of victory (momen kemenangan) yang bisa dijadikan pelajaran untuk kompetisi-kompetisi berikutnya.

Seperti yang selama ini saya rasakan. Momen-momen sebelum gelar kemenangan disematkan justru menjadi tahapan yang membuat ketagihan. Sebagai penyuka lomba menulis dan weblog, hormon adrenalin kompetisi langsung terpacu sejak pertama kali mengetahui pengumuman lomba. Menaklukan lomba demi lomba dan menyandang berbagai gelar kemenangan, membuat saya semakin terasah dan bisa merumuskan, apakah itu sebenarnya momen kemenangan. Momen kemenangan adalah sebuah proses yang ditentukan sejak awal hingga akhir.

Pra kompetisi.

Pada saat pertama kali saya mengetahui informasi suatu lomba, itulah saat menentukan apakah saya akan mengambil bagian dalam kompetisi atau tidak. Biasanya saya memilih lomba yang tema dan aturan mainnya sesuai dengan karakter saya, dipadu padan dengan kemampuan menguasai materi dan tentu saja adalah cukupkah kesempatan untuk menulis. Salah satu faktor tidak dapat dipenuhi, saya akan kalah sejak menit pertama dan mundur dari kompetisi.

Semakin banyak pengalaman kita mengikuti kompetisi, maka faktor-faktor pembatas akan semakin berkurang. Nyatanya, dulu saya hanya berani mengikuti perlombaan dengan tema keluarga dan perempuan, sekarang tema yang saya berani mengikutinya meluas ke tema sosial, traveling, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Penguasaan materi juga semakin bagus seiring banyaknya literasi yang saya baca. Ini adalah nilai tambah dari lomba-lomba yang saya ikuti. Kurangnya kesempatan menulis yang seringkali menjadi hambatan karena kondisi saya sebagai ibu 2 anak , merangkap sebagai perempuan karir. Tentu kesempatan menulis sangat terbatas. Namun karena memamg ardour saya mengikuti kompetisi, selalu ada jalan untuk mengerjakannya. Saya bisa mengikuti sebuah lomba blog yang informasinya baru saya ketahui di hari yang sama. Atau lomba esai singkat yang bisa saya tulis dalam pace 1-2 jam, dan menang! Banyak yang bilang, menulis itu berat di awal, yaitu saat kita memulainya. Ibaratkan mesin, butuh pelumas dan bahan bakar agar performa mesin meningkat dan mobil akan melaju kencang Hambatan terbesar adalah justru kurangnya rasa percaya diri.

?Aduh, grasp lomba sudah ikutan, percuma kalau memaksakan diri ikut, sudah pasti bakal kalah,? Ini adalah salah satu contoh kekalahan awal yang kerap dilontarkan oleh para calon pesaing. Saya sampaikan melalui tulisan ini, tidak percaya diri seperti itu merugikan. Toh juri belum tentu satu selera. Dan kita telah melepaskan satu kesempatan untuk belajar dan maju. Di sisi lain, mindernya para calon pesaing semakin memuluskan langkah saya untuk menang. Entah itu karena berkurangnya saingan, atau karena semakin terpupuk rasa percaya diri sehingga memperbagus kualitas tulisan. Namun tetap saja kemenangan akan terasa sempurna jika kita bisa bersaing diantara ratusan bahkan ribuan kontestan lain. Ketika kita berhasil mengikuti sebuah lomba dengan mengalahkan berbagai faktor pembatas tersebut, maka disitulah satu momen kemenangan telah kita raih. Jadi, mau memilih yang mana? Berkompetisi dan menapaki momen kemenangan, atau kalah sebelum berlomba?

Momen Kemenangan dan Penentuan.

Selalu terdapat tantangan berbeda dari sebuah kompetisi menulis atau blog yang pernah saya ikuti. Satu benang merah bisa saya ambil sebagai strategi penting berlomba. Yaitu bagaimana kita bisa menebak arah pesan penyelenggara dan karakter juri, sehingga ke arah itulah konten tulisan kita bawa.

Gaya menulis setiap orang berbeda-beda. Ada yang suka mengumpulkan bahan baru menulis, ada juga yang suka menulis spontan tanpa modifying. Saya pun mempunyai gaya tersendiri. Saya biasa memikirkan sebuah tema lomba berhari-hari, menentukan konsep sambil berkegiatan lainnya. Saya hanya berpikir dan berpikir tanpa menulis sampai konsep matang. Kemudian disaat ada kesempatan, barulah saya menulis dan selesai dalam waktu 1-2 jam untuk satu buah artikel atau cerita yang akan dilombakan. Karena terjadi berulang pada hampir setiap perlombaan, akhirnya saya menemukan gaya berlomba seperti itu. Sejauh ini saya nyaman dengan cara itu dan proses menulis ini menjadi bagian dari momen kemenangan.

Selanjutnya saat karya kita telah terkirim kepada panitia dan mengikuti proses penjurian, saya pikir perasaan hampir semua kontestan adalah seragam, yaitu harap-harap cemas menunggu. Adalah pilihan kita untuk larut dalam perasaan harap-harap cemas, atau memilih memasang alarm di agenda ponsel dan melupakan sejenak pengumuman lomba. Saya memilih cara kedua karena menunggu adalah membuang waktu, lebih baik mengikuti lomba-lomba berikutnya. Tentunya, jika kabar baik saya terima, momen kemenangan akan sangat mengesankan. Saya bisa saja jingkrak-jingkrak di kamar sendiri sesaat setelah menerima telepon penyelenggara yang menyatakan saya menang. Saya juga pernah menangis sendiri dalam sebuah jamuan makan malam mewah penganugerahan pemenang, terharu antara percaya dan tidak bisa mengalami momen berharga tersebut.

Momen pasca kompetisi.

Sebenarnya, momen kemenangan lebih panjang terjadi justru sejak awal lomba hingga pengumuman. Sesudah pengumuman, tanpa menunggu hadiah diterima, biasanya akan ada perasaan anti klimaks dalam diri saya. Perasaan anti klimaks ini mendorong saya untuk mencari dan mencari lagi target lomba selanjutnya. Banyak lomba yang saya menangkan, namun tidak sedikit saya mengalami kekalahan. Sesungguhnya kekalahan adalah momentum kebangkitan dan belajar. Biasanya setelah kalah, kualitas tulisan saya membaik.

Pernah tidak menerima pada keputusan juri? Iya, saya pernah. Saya merasa tulisan saya lebih bagus dari pemenang. Di situlah sportivitas kita diuji. Mampu menerima kekalahan dan mengakui keunggulan pesaing adalah bukti kemenangan kita mengalahkan ego.

Lain ceritanya saat saya menang. Bagaimana saya menyikapi ucapan selamat dan pujian itu ternyata membutuhkan perjuangan tersendiri. Saya tidak bisa menolak serta merta perasaan sombong yang perlahan namun pasti muncul dalam hati saya pasca kemenangan. Inilah perjuangan sesungguhnya, mengurangi sebisa-bisanya rasa sombong dalam hati. Saya mengingatkan diri bahwa roda ini berputar dan suatu saat akan ada pemenang baru yang lebih baik dari saya. Mungkin inilah bagian tersulit dari sebuah momen kemenangan. Memperbanyak bersyukur, mau berbagi ilmu, menularkan semangat kompetisi dan bersedekah dari sebagian hadiah sedikit banyak mampu mengalihkan perasaan kita dari rasa sombong berlebihan. Kalaupun ada kebanggaan atas prestasi diri, saya pikir adalah wajar. Karena kita berkompetisi memang untuk menang. Dan kemenangan itu membanggakan.

Sebuah Rahasia.

Di balik senyum kemenangan itu, saat kemeriahan acara seremoni penganugerahan atau penyerahan hadiah, ada rahasia yang orang tidak tahu. Setelah berkompetisi memeras otak sekuat tenaga, ada tubuh yang mulai kehabisan energi. Begadang, lupa makan, kebanyakan minum kopi, dan stress membuat badan semakin rontok. Akibatnya, justru saat momen berharga itu tiba, seringkali kondisi badan saya tidak match.

Saya ingat, 2 tahun lalu menjelang penganugerahan Srikandi Blogger 2013. Sebagai finalis saya mau hadir. Saya tidak mau melewatkan satu pun momen berharga. Momen kemenangan yang membuat saya ketagihan. Tapi yang terjadi apa? Setelah sehari sebelumnya saya sulit tidur karena merasa euforia berlebihan, esoknya pas acara saya menahan kantuk dan pusing. Saya kurang tidur, tidak memperhatikan makan dan terlalu lelah. Pada harinya tiba, saya berdandan cantik, naik ke panggung dengan senyum, padahal sebenarnya saya menahan migren di kepala. Obat pereda nyeri menjadi penolong sesaat.

Kejadian lain adalah saat saya mendapatkan undangan blogger untuk meliput kegiatan di sebuah Rumah Sakit di Singapura. Saking bahagianya, saya malah tidak bisa tidur dan lupa menjaga kondisi badan. Kejadian yang serupa dengan yang saya ceritakan di atas. Saat acara, saya terpaksa meminum pereda nyeri karena kepala saya kembali migren kurang tidur dan badan rasanya rontok.

Pereda nyeri bukan solusi yang harusnya saya pilih. Saya tidak mau ketergantungan dong ya. Menjaga kesehatan sejak awal lebih baik. Saya tahu, badan saya butuh jam tidur lebih banyak dan tidak boleh mengurangi makan. Jadi, jangan coba-coba begadang dan telat makan jika tidak ingin kehilangan momen berharga lagi. Biar tambah mantap, saya mengonsumsi multivitamin juga. Saya meminum Theragran-M akhir-akhir ini dan rasanya kok badan tambah enakan ya. Dan cara terakhir ini memang sangat membantu. Terasa sekali bedanya dengan atau tanpa minum multivitamin. Iya, walaupun makanan sudah banyak dan bervariasi, mungkin saja masih ada nutrisi mikro yang belum terpenuhi dari makanan. Karena itu saya lengkapi sekalian dengan Theragran-M.

Theragran-M adalah multivitamin mineral dari PT Taisho. Saya tertarik -mencobanya karena ada emblem halal pada bagian depan-kanan-atas. Memilih yang halal itu wajib. Theragran-M membantu memenuhi kebutuhan diet dan mineral terutama pada masa penyembuhan. Tapi jika dikonsumsi dikala sehat akan lebih baik lagi. Bukankah lebih baik mencegah datangnya penyakit? Kandungan nutrition Theragran-M antara lain Vitamin A, D, B1, B2, B6, B12, C, E, Niasinamida, dan Kalsium Pentatoneat. Juga mengandung mineral Iodium, Besi, Tembaga, Mangan, Magnesium dan Seng.

Sejak mengonsumsi Theragran M, saya merasa lebih sehat. Tentunya tetap dengan menjaga kecukupan tidur, minum dan makan. Demi apa? Ya demi bisa menikmati momen berharga yang panjang, dari awal perjuangan, kemenangan hingga antiklimaks. Karena tak satupun momen berharga yang boleh terlewatkan dan terekam manis dalam sejarah hidup saya, maka saya harus sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar