Jumat, 01 Mei 2020

Membentuk Pribadi Unggul dan Produktif dari Keluarga

Saya bukan pengusaha atau pebisnis, bagaimana mengajarkan produktivitas pada anak-anak?

Sebagai Ibu dari keluarga biasa, saya masih meraba-raba, bagaimana mempersiapkan anak-anak saya agar bisa produktif dan berkompetisi pada generation yang perdagangan bebas ini. Pastinya, setiap orang tua mendambakan anak-anaknya menjadi sosok yang unggul dan sukses. Masalahnya, bagaimana saya harus memulai?

Anak-anak saya banyak mengungkapkan cita-citanya walau masih berubah-ubah. Di antaranya ingin menjadi produsen film dan pemilik restoran ayam goreng fenomenal. Sembari menahan tawa karena ungkapannya yang lucu , dalam hati kecil saya mengaminkan, semoga cita-citamu tercapai Nak.

Pada kenyataannya, hidup tak selalu mudah. Cerita-cerita tentang hidup ini sering menjadi obrolan kami sehari-hari. Anak jaman now banyak bercita-cita ingin menjadi Youtuber dan Content Creator karena dirasa gampang dan menghasilkan banyak uang. Pada era sebelumnya menjadi artist adalah cita-cita populer sebagian remaja.  Sedangkan pada usia yang lebih matang, sebagian besar lulusan sarjana ingin bekerja kantoran, menjadi dosen atau menjadi ilmuwan. Sebagian lainnya  ingin menjadi pengusaha sukses. Dan rasanya sangat langka jika ada yang bercita-cita menjadi pegawai biasa.

"Yuk Nak, kita berhemat dan berpikir produktif."

Demikian ajakan saya ke anak-anak. Tidak mudah memahaminya. Perlu contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari.  Saya senang anak-anak sudah mulai berpikir produktif. Setidaknya dilihat dari cita-citanya.

Produktif artinya mampu menghasilkan sesuatu. Artinya bisa luas, misalnya menghasilkan  barang dan jasa, atau menghasilkan karya dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Produktif bagi diri seseorang bisa berarti melalui capaian-capaian dalam hidup sebanyak mungkin yang dia bisa. Produktif tidak melulu berkorelasi dengan uang, namun sebagian besar produktivitas memang menghasilkan uang.

Produktif juga bisa diartikan menghemat pengeluaran dengan berusaha melakukan pekerjaan sendiri. Misalnya, bergotong royong merapikan rumah sehingga tidak perlu memanggil jasa cleaning service. Menyeterika baju sendiri agar menghemat biaya laundri. Atau menanam sayur-mayur dalam pot untuk mengurangi belanja ke pasar.

Produktif dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, dimulai sejak usia sedini mungkin. Produktif bagi anak-anak tidak hanya soal nilai akademik. Produktif sangat luas artinya. Oleh karena itu, peran keluarga sangat penting untuk mengenalkan apa itu produktif, produktivitas dan sifat-sifat unggul apa yang menunjang produktivitas tersebut.

Seperti dilansir dalam berita Kadin.id  tentang turunnya daya saing Indonesia karena produktivitas yang rendah. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai penurunan peringkat daya saing Indonesia versi World Economic Forum (WEF) terjadi karena produktivitas sumber daya manusia (SDM) kalah bersaing dengan negara lain.  Menurut Presiden Joko Widodo, masalah produktivitas perlu dibenahi agar tidak terjadi mismatch antara tenaga kerja yang dibutuhkan dan tenaga kerja yang siap kerja.

Ayo Nak, kita bereskan rumah agar tangkas !

Kebanyakan anak-anak jaman now mengusai gadget dan aplikasinya, komputer dan programnya, penggunaan kamera video dan foto, serta cara mengeditnya. Kemampuan berbicara dan tampil di depan kamera juga kini banyak dikuasai oleh anak-anak jaman now. Ide-ide untuk membuat sesuatu yang unik dan menarik juga semakin menjamur dan berkembang. Tentu ini adalah kabar yang membahagiakan, mengingat kebutuhan era saat ini tak jauh-jauh dari artifcial intelligence dan information technology.

Namun, berita buruknya, anak-anak tidak banyak mengusai kemampuan dasar domestik seperti mencuci piring, menyeterika baju, menyapu rumah, mengepel lantai, mencuci baju dan lain sebagainya. Padahal, kegiatan-kegiatan tersebut tidak selamanya bisa bergantung kepada orang lain.

Saat kami sekeluarga berjalan-jalan ke mal atau pertokoan, saya tunjukkan kepada mereka pekerjaan cleaning service, yang mungkin tidak pernah terbayangkan oleh orang tersebut. Tapi bagaimanapun, dalam situasi yang tidak mudah mencari pekerjaan, untuk menjadi petugascleaning service pun ada persaingan. Siapa yang paling bagus performa kerjanya, dialah yang bertahan, dan jika nasibnya baik, akan naik level menjadi supervisor.  Dari sini, saya tekankan pada anak-anak untuk belajar mau mengerjakan pekerjaan domestik, karena itupun butuh skill (kemampuan) yang hanya bisa diperoleh melalui latihan sejak kecil.

'Karena itulah, Mama selalu mengajak kalian untuk kerjabakti membereskan rumah setiap minggu. Agar kalian mengenal pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, dan tidak jijik. Karena pekerjaan domestik itu ada pada setiap bidang usaha," Kata saya.

"Tapi aku tidak mau jadi petugascleaning service," kata Asa, si anak bungsu.

"Mama pun juga tidak berharap demikian, tapi Mama ingin kamu menguasai kemampuan dasar membersihkan rumah yang pasti akan dibutuhkan di manapun kamu berada. Ini juga untuk mengajarkan kerapihan dan melatih kamu agar cekatan." Jawab saya.

Dalam era yang serba penuh daya saing, bahkan pekerjaan domestik pun perlu keahlian

Mari ke dapur dan ciptakan resep kreasimu.

Dapur adalah tempat belajar yang baik untuk memahami arti produktivitas lebih mendalam.

Bermula dari rasa lapar dan kebutuhan akan makanan, muncullah keinginan-keinginan. Ingin makan ayam, ingin makan soto, ingin bikin pancake. Keinginan-keinginan silih berganti dan akan semakin menguat saat lapar tiba.

Sebagai penyuka ayam goreng krispi, anak saya Asa sering mencari resepnya di internet. Dia meminta saya mempraktekkan resep tersebut. Saya pun mengajaknya serta untuk ikut belajar memasak di dapur.

Setelah beberapa kali mencoba dan gagal akhirnya kami menemukan cara yang benar dan sesuai. Tidak mudah mengikuti tutorial Youtube, ada berbagai cara berbeda dengan hasil yang juga tidak sama tentunya. Dari sini Anak belajar bahwa untuk mendapatkan sesuatu produk yang pas dan disukai butuh percobaan, riset dan latihan hingga sampai pada resep yang pas dan konsisten.

Dari mempelajari resep orang lain, diharapkan bisa membuat yang serupa. Akan lebih baik lagi jika bisa membuat resep kreasi baru yang lebih enak.

"Kalau ayam goreng krispi ini diolesi madu dan kacang mede tumbuk, jadi lebih enak kali ya?" Usul Asa.

"Wah, boleh dicoba tuh," sahut saya.

"Kalau enak dan banyak yang suka, kunamai Ayam Goreng Mede Ala Asa," katanya lagi dengan semangat.

Seperti itulah kami mempelajari bagaimana langkah-langkah produktif dalam sebuah kegiatan memasak ayam goreng krispi. Mulai dari mau turun ke dapur dan memasak sendiri, mempelajari resep dan membuat masakan serupa, lalu mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan sebuah resep, hingga akhirnya menciptakan inovasi resep baru.

Eh tapi jangan lupa, setelah memasak cuci perlengkapannya ya. Itu melatihmu untuk bertanggung jawab, Nak!

Bento kreasi Asa.

Ceritanya tentang ayam goreng, fotonya tentang bento. Tak apalah ya..

Tetaplah tersenyum dan menyenangkan, Nak.

Begitu ayam goreng buatan Asa tadi matang, Ayah dan kakaknya ikut mencicipi. Sang Ayah kurang suka dengan ayam yang terlalu kering. Sedangkan saya dan sang Kakak sangat menyukainya hingga minta tambah dan berencana memasak ulang.

Dari sini Asa belajar adanya reaksi yang berbeda dari mereka yang telah mencicipi. Begitupun merk-merk ayam goreng terkenal yang telah mendunia, pasti tak lepas dari reaksi konsumennya.

"Jangan kecil hati Nak, tidak semua orang mempunyai selera yang sama." Kata saya. Kita ikuti saja selera yang paling banyak menyukainya. Terbiasalah dengan kritik dan masukan, jangan mudah baper (bawa perasaan) agar kita tetap semangat memasak lagi.

"Atau bagaimana kalau kita buat dua resep, yang satu krispi dan yang satu kurang krispi?" kata Asa.

Nah, gitu, kan jadi banyak ide kreatif kan? Bagus Nak!

"Yang penting kamu tetap tersenyum. Karena warung yang penjualnya ramah lebih banyak pengunjungnya daripada penjual yang galak," seloroh saya.

Jadi kesimpulannya,SDM unggul dimulai dari Keluarga.

Dalam membentuk pribadi unggul dan produktif dalam keluarga tidak hanya bisa dengan belajar akademik saja, namun perlu kemauan untuk turun langsung dalam aktivitas sehari-hari di rumah, antara lain :

  1. Mengenalkan arti produktif = menciptakan sesuatu.
  2. Mengamati barang, mempelajari proses pembuatannya
  3. Belajar membuat yang serupa
  4. Mempelajari kelebihan dan kekurangan
  5. Menciptakan ide baru.
  6. Menerima kritik membangun dan mempelajari selera orang lain.
  7. Membiasakan anak mau turun tangan dan tidak jijik pada pekerjaan domestik
  8. Membiasakan anak berkarya dan menghargai karya orang lain.
  9. Mengajarkan anak menghargai perkerjaan apapun dan mengenalkan berbagai jenis pekerjaan secara luas.
  10. Mengajarkan tentang pelayanan prima.
Saya bukan pebisnis, ataupun marketer. Bagi saya produktifitas diri tidak melulu soal jual beli.  Bukan seorang pebisnis tidak menutup kemungkinan untuk mengajarkan pada anak-anak tentang produktivitas. Saya membekali konsep-konsepnya, dan anak-anaklah yang mencari dan mengembangkan dirinya.

Bangsa yang produktif dimulai dari keunggulan SDM di dalamnya.

Dan SDM yang unggul dimulai dari pendidikan dalam keluarganya.

Keberhasilan pendidikan dalam keluarga mendorong produktivitas Bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar