Kamis, 20 Agustus 2020

Menaklukkan Kemacetan Pantura

Dari tahun ke tahun, mudik lebaran terasa lebih berat. Terutama dalam three tahun terakhir ini. Mau naik pesawat, kereta api ataupun bis malam harus berburu tiket sejak beberapa bulan sebelumnya.

Saya biasa mudik mengendarai mobil keluarga.  Memang tidak harus berburu tiket dan berdesakan dalam kendaraan umum, tetapiiiii.....tantangannya adalah kemacetan !

Yup, mudik dari Bogor ke Jawa Timur dengan mobil akan bertemu banyak kemacetan. Setelah macet di Bogor dan Jakarta, disambung dengan kemacetan di Jalur Pantura (Pantai Utara) mulai dari Cikampek, Subang, Indramayu hingga Cirebon. Kemacetan di jalur Pantura meningkat pesat dalam 2 tahun terakhir. Termasuk pada saat arus lebaran. Sudah pasti penyebab utama karena jumlah mobil yang meningkat. Juga jalan yang tidak selalu mulus, dan biasanya, mendekati hari raya para masyarakat lokal bepergian untuk berbelanja sehingga pasar meluber ke jalan.

Perjalanan Bogor-Trenggalek sewajarnya ditempuh dalam waktu 20-24 jam.  Tetapi pada tahun 2012 Kakak saya mengeluhkan menempuh perjalanan arus balik Trenggalek Bogor menjadi 42 jam, dimana satu malam dihabiskannya di tengah kemacetan Pantura. Luar biasa!

Keluhan lain datang dari teman saya, pada tahun 2013, 24 jam waktunya dihabiskan di kemacetan Bekasi - Subang yang pada hari biasa ditempuh three-4 jam. Mana tahaaan?

Bagaimanapun, mudik telah menjadi tradisi tahunan.  Masa sih hanya karena kemacetan di Pantura mampu menggoyahkan niat mudik? Buat saya, maju tak gentar! Berbekal informasi di media massa dan belajar dari pengalaman orang-orang, saya punya tips-tips untuk menaklukkan kemacetan Pantura.

Pertama, curi start.

Sejak jauh hari saya mencermati kalender libur nasional dan cuti bersama hari raya. Biasanya, puncak mudik terjadi pada hari pertama libur, dan arus balik pada 2 hari terakhir libur. Itu prediksi saya dan sepertinya tidak berbeda jauh dengan pemberitaan di TV.

Solusinya, kami ambil cuti 1 atau 2 hari lebih cepat sehingga bisa curi start arus mudik. Nah untuk arus balik, jika bisa kami ambil cuti lebih panjang. Tapi jika tidak bisa menambah cuti, kami memilih pulang lebih awal, 1-2 hari mendahului puncak arus balik.

Kedua, pilih waktu keberangkatan

Pemilihan pukul keberangkatan juga penting. Kami kapok memulai perjalanan dari Bogor pukul 6 pagi dan sampai di Cikampek jam nine, dimana puncak keramaian orang beraktivitas di jalan dan berbelanja ke pasar. Pagi hari perjalanan melambat.

Lalu kami mencoba juga memulai perjalanan setelah jam 20.00. Kami juga kapok. Bukannya nyaman, malam hari kami harus berlomba dengan motor-motor. Mereka memilih perjalanan malam agar tidak panas. Perjalanan malam juga harus beriringan  dengan truk dan tronton yang berjalan lambat. Kelemahan lain dari perjalanan malam hari bagi kami yang tidak biasa begadang adalah ancaman "masuk angin" karena melawan jam tidur dan ritme biologis. Badan tidak segar dan malah sakit di jalan. Jadi berikutnya kami tidak memilih waktu ini.

Yang akhir-akhir ini kami pilih adalah perjalanan setelah waktu sahur, yaitu pukul 2 atau 3 dini hari. Syaratnya, harus cukup tidur malam sebelumnya. Kami melanjutkan sahur dan sholat subuh di jalan. Berangkat pada jam ini badan terasa segar dan fit.  Jalan juga relatif lancar dan melewati Cikampek masih pagi. Belum ramai aktivitas.

Ketiga, tentukan rute dengan matang.

Saya mempelajari titik-titik kemacetan dan mencari tahu jalur alternatif yang aman.  Menentukan jalur alternatif sebaiknya disiapkan dari rumah dan disetting dalam GPS.  Dulu sebelum ada GPS saya memanfaatkan peta mudik yang biasanya dibagikan di posko-posko mudik.

Untuk menghindari Cikampek-Subang-Indramayu yang macet, kami memilih jalur Purwakarta-Subang Selatan-Cikamurang-dan keluar mendekati tol Kanci Cirebon. Tak perlu kuatir karena pada jalur ini telah ada beberapa SPBU dan cukup banyak warung makanan.

Jalan alternatif biasanya lebih panjang, tapi bebas macet.  Boleh dipilih dengan catatan jalur alternatif dipastikan kawasan aman dan sebaiknya melaluinya pada siang hari. Kenapa? Agar kalau terjadi sesuatu misalnya ban bocor atau mobil mogok masih ada orang lewat dan terang.

Tanda biru: jalur normal,  merah : jalur alternatif
Jalur alternatif

Keempat, macet general? Istirahat saja.

Suatu ketika kami menemui kemacetan di pinggiran Brebes. Apa mau dikata, lalu lintas berjalan sangat lamban dan kami kelelahan. Begitu melihat ada SPBU kami berhenti untuk beristirahat. Lumayan, saya bisa senam kaki beberapa saat. Malah saya sempat mengambil foto petani bawang. Sayapun sempat membeli beberapa telur asin khas Brebes dari pedagang asongan. Intinya, walau macet dibawa hepi saja karena mau kesal juga percuma. Nikmati saja, anggap sebagai wisata pedesaan.

Kelima, packing efisien, kendaraan lega.

Walaupun bawa kendaraan sendiri, bukan berarti semua-semua dibawa. Saya memperhitungkan apa saja kira-kira yang akan dilakukan di tempat tujuan dan berapa lama. Saya membawa baju secukupnya menyesuaikan dengan musim saat itu. Lagipula, biasanya saya suka beli baju di pasar tradisional setempat, misalnya batik atau kaos unik. Jadi ya tidak perlu bawa baju banyak.

Mainan dan buku bacaan juga seperlunya saja dibawa. Tidak perlu banyak karena waktu di kampung halaman tidak lama, itupun akan banyak melakukan silaturahmi sehingga belum tentu sempat bermain dan santai.

Saya juga tidak membawa banyak makanan. Bukankah kami ingin wisata kuliner? Apalagi sekarang banyak toko dan mart bertebaran. Kami cukup membawa beberapa botol air untuk minum agar tidak dehidrasi dan tetap konsentrasi.

Untuk four anggota keluarga sengaja kami batasi maksimal 2 koper besar yang dibawa. Semua koper diletakkan di bagasi belakang agar ruang tengah mobil tetap lega. Ruang yang lega ini penting agar suasana hati tidak tambah sumpek mengahadapi kemacetan.

Gampang kan? Pack Your Things and Go!

Keenam, bawa barang pengusir bosan dan lelah.

Perlengkapan yang penting buat saya justru kamera digital, powerbank, beberapa majalah, dan bantal leher. Kamera untuk merekam semua hal menarik sepanjang perjalanan. Powerbank untuk sumber energi system terutama GPS. Majalah untuk mengusir kebosanan di tengan kemacetan. Dan bantal leher agar saya bisa tidur sambil duduk dengan nyaman. Bantal leher Krishome dari Ace Hardware ini dirancang pas di leher. Jika kita tidur terjatuh kekanan atau ke kiri tetap ada bantal yang menyangga sehingga tidak pegal atau kram leher. Oiya, bantal leher ini sekaligus bisa menjadi mainan buat anak karena bisa diubah menjadi bentuk boneka.

Untuk kenyamanan tidur anak, kami membawa bantal dan selimut secukupnya. Jok belakang dan jok tengah bisa disulap menjadi kasur dalam perjalanan.

Dengan persiapan matang, perjalanan mudik akan lebih ringan dan menyenangkan. Jauh hari saya membuat daftar barang yang perlu dibawa. Jika ada yang kurang, kami ke ACE hardware  untuk melengkapinya. Nyaman sekali belanja di ACE hardware. Kebutuhan lengkap dari perlengkapan kendaraan, koper, tempat makan-minum, tenda, alat masak portabel, mainan anak, dan semua kebutuhan rumah tangga A to Z. Kadang yang awalnya lupa tidak terdaftar jadi ingat saat ke toko. Yang pasti kualitas barang dijamin bagus dan asli.  Pelayannya juga ramah dan mau mengantar barang sampai ke mobil.

Atau sebelum ke toko, bisa cek barang-barang kebutuhan liburan di sini http://bit.ly/ACESmarttravel .

Demikianlah hints-recommendations saya menyiasati kemacetan Pantura. Jika bisa dihindari. Jika tidak bisa dihindari ya dinikmati saja. Yang penting perlengkapan keluarga sepanjang perjalanan cukup.

Saya berharap semoga pada tahun-tahun mendatang kemacetan arus mudik mendapatkan penanganan yang serius dari pemerintah. Mudik sudah tradisi, masa iya dari tahun ke tahun kemacetan tanpa solusi?

Selamat menyongsong liburan. Selamat mempersiapkan mudik lebaran. :)

Tulisan ini menjadi pemenang utama tour writing contest Ace Hardware dan mendapatkan voucher belanja 1 juta rupiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar