Senin, 22 Juni 2020

Museum Angkut, Mengenal Transportasi Lintas Waktu & Benua

September tahun lalu, saya dan keluarga mudik ke kota Malang. 3 orang kakak saya tinggal di sana.  Malang adalah kampung halaman kedua buat saya.  Seumur-umur mudik hanya untuk jumpa keluarga. Tahun 2015 kemaren saya tekatkan untuk rekreasi ke Kota Batu, sebuah kota administratif dekat Malang. Target utamanya main ke Museum Angkut yang terkenal keren dan fenomenal itu. Penasaran banget.

Menuju Kota Batu.

Untuk menjangkau Kota Batu, bisa dengan kereta api (turun di Stasiun Kota Malang), bisa juga dengan bis malam, dan kalau ingin cepat adalah dengan pesawat terbang (tujuan Bandara Abdul Rahman Saleh, Malang). Dari Kota Malang banyak angkutan umum atau taksi menuju Kota Batu. Tapi kali itu saya dan keluarga naik mobil dari Jawa Barat, karena mampir dulu ke Trenggalek, menjemput keponakan untuk diajak serta.

Sejak seminggu sebelumnya saya sudah booking hotel . Banyak pilihan hotel di kota Batu dan Kota Malang dengan harganya bersahabat. Yang saya suka dari Kota Batu adalah kesadaran pemerintah dan masyarakatnya mengelola kota wisata. Rapi, bebas macet, bersih. "Berasa di Singapura", gitu komentar si sulung, Cinta. Hmm, kalau gitu wisata dalam negeri aja ya, bisa hemat sekaligus ikut meramaikan wisata Indonesia.

Tiket Masuk dan Tiket Kamera.

Setiba di  Hotel  untuk menyimpan koper, kami langsung menuju ke Museum Angkut di jalan Sultan Agung, Batu. Hanya 5 menit dari Hotel. Selain dekat, juga karena tidak macet. Sengaja kami ke Museum Angkut sore hari, rencananya hingga malam. Konon suasananya lebih dramatis saat malam hari.

Tiket masuk Museum Angkut Rp. Eighty.000,- in keeping with orang. Anak usia 2 tahun ke atas dikenakan biaya. Kita boleh bawa kamera dan memotret di dalam. Kalau membawa kamera DSLR atau kamera pocket dikenakan biaya kamera Rp. 40.000. Tapi kalau kamera HP tidak dikenakan biaya. Karena saya menggunakan Galaxy Camera, jadi saya bayar tiket kamera. Awalnya heran juga kenapa bawa kamera dikenakan biaya? Nah, nanti setelah menuntaskan masuk Museum Angkut, pasti jadi paham alasannya. Baca sampai selesai ya.

Terpesona Museum Angkut

Sejak memasuki pintu utama, kami langsung terkesan. Sebuah corridor besar berisi mobil-mobil keren dari masa ke masa. Serasa melihat pameran mobil saja. Saya berlama-lama di bagian mobil sedan kuno-mewah. Dari sini saya mulai sadar, kenapa bawa kamera dikenakan tiket tersendiri. Kenapa coba ?

Museum Angkut memamerkan transportasi lintas waktu dan lintas benua. Arti lintas waktu adalah kita bisa melihat kendaraan dari masa ke masa. Kami bisa tahu sejarah transportasi peradaban jaman dulu. Dari becak, perahu kayu, sepeda, hingga mobil pertama. Kemudian teknologi membawa manusia pada kemajuan transportasi, misalnya dar mobil kayu hingga mobil logam seperti saat ini.

Takjub dan takjub! Dari Ferari hingga Formula one. Dari tuk-tuk hingga becak motor. Dari kapal Dewa Ruci hingga Titanic. Komplit!

Hall utama
Kapal Dewa Ruci
Mobil kayu
Mobil atau sepeda?

Kawasan Asia.

Pengunjung secara otomatis akan terarah menyusuri bagian demi bagian ruang museum yang besar. Setelah hall utama yang terdiri dar 2 lantai, kami keluar gedung dan menemukan lorong berlatar kota Batavia dan Pelabuhan Sunda Kelapa pada masa kolonial. Angin sore semilir, matahari mulai tenggelam, lampion-lampion pun menerangi.

Beuuh! Keren banget suasananya. Setting pertokoan Batavia jaman dulu, ada penjual kerak telor, kantor pos, toko jamu, sampai kantor pengadilan agama. Dan makin tahu kan, kenapa bawa kamera dikenakan tiket tersendiri?

Pelabuhan Sunda Kelapa
Batavia saat senja

Dari Jakarta tempo dulu, kita menuju kawasan Asia lainnya. Di antaranya kawasan mobil-mobil Jepang. Terpamer sedan-sedan para Yakuza.  Juga ada motor dan skuter asal Jepang.

Sedan asal Jepang

Belok ke lorong berikutnya adalah kawasan Amerika. Waaaah, masuk ke Gengster Town membawa sensasi sendiri. Ada situasi perampokan bank, suasana bar, studio musik hingga gedung pertunjukkan Charlie Caplin.  Di kanan kiri jalan inilah parkir mobil-mobil keren buatan Amerika.

Masih di Amerika, lanjut ke Las Vegas dan Holywood. Mobil-mobil yang digunakan dalam film-film Amerika dipamerkan di sini.

Serunya suasana Gengster Town
Kawasan Holywood

Penasaran kan selanjutnya ada apa? Eropa!

Di balik tembok Amerika, kita menuju kawasan Eropa. Waaah, keren setting Museum Angkut ini!  Pokoknya setiap memasuki satu kawasan kita akan dibuat terpana. Sudah deh, nggak perlu saya jelaskan lebih banyak, dari foto-foto ini terlihat kan bagaimana kerennya. Dan nggak heran kan kenapa membawa kamera dikenakan tiket tersendiri?

Tembok Berlin
Kawasan Jerman

London
Suasana kota London
Vespa di tepi pantai Italy

Pintu keluar dari Museum Angkut Pasar adalah lorong gerbong kereta api kuno. Gerbongnya bergoyang dan bersuara layaknya kereta api sedang berjalan.

Setelah keluar, masih ada pesona berikutnya, yaitu Pasar Apung.  Cahaya lampu malam hari ditambah semilir angin membuat suasana dramatis dan romantis. D Pasar Apung kita bisa jajan makanan atau belanja oleh-oleh. Pemandangan yang cantik dan menghibur.

Jadi kenapa harus beli tiket kamera? Ya. Betul. Karena kita tidak akan merasa rugi membayar, baik tiket masuk maupun tiket kamera. Karena kami puas sekali dalam kunjungan ke Museum Angkut ini. Kesan bahwa museum itu membosankan tidak berlaku di sini. Museum itu keren! Di Museum Angkut ini dapat ilmu, dapat hiburan, dapat rekreasi, dapat merasakan sensasi keliling dunia dalam satu lokasi dan dapat menyalurkan hobi fotografi. Plus banyak sudut-sudut cantik dan unik untuk foto dan narsis. Hehehe. Beberapa terlihat fotografer dan model profesional yang sengaja ke sini untuk mencari lokasi pemotretan. Museum Angkut lebih dari museum biasa.

Kapan-kapan saya mau ke sana lagi, ingin mencoba situasi siang hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar