Minggu, 28 Juni 2020

Cerita Sukses Penyelenggaraan Lomba Blog #PiknikItuPenting (Penjurian)

Ini bagian yang ditunggu-tunggu kan? Setelah sebelumnya saya menulis tentang mendapatkansponsor, bagaimana mempromosikan information lomba dan demografi peserta.

Sukses lomba ini saya ukur dari jumlah banyaknya peserta. Sedangkan penjurian sifatnya sangat relatif. Bagi anda yang terbiasa dengan lomba, pasti maklum akan hal ini. Selera juri itu relatif. Tapi bukan berarti suka-suka.

Sering memenangkan hati juri membuat saya terbawa oleh selera yang mendekati para juri kebanyakan, yaitu menilai dari ide yang unik, kualitas tulisan dan teknik penyajian.

Terus terang penjurian kali ini saya deg-degan, saya harus serius menjuri dan mengurangi subyektifitas. Semua peserta harus dihargai karyanya. Fokus pada karya. Bukan pada siapa.

Seperti yang pernah terdengar santer di media sosial baru-baru ini, tentang adanya lomba yang dipertanyakan kredibilitas juri dan penyelenggara gara-gara sebagian pemenangnya adalah buzzer.

Bukan berarti buzzer nggak boleh ikut lomba dan menang. Tentu saja boleh asal bukan pada lomba di mana di situ dia dibayar.  Ingat lho, para peserta juga cerdas menilai mana karya yang layak menang dan mana karya yang biasa saja dan dimenangkan. Maka muncullah dugaan ada buzzer bayaran yang sengaja disisipkan menjadi peserta dan menang, padahal tulisannya nggak spesial. Ya begitu deh, sekedar opini publik, tetap tidak akan mengubah keputusan juri. Dugaan tetap jadi dugaan. Selesai.

Kita ambil aman saja, biasanya percuma saja kalau peserta protes.   Saya pernah mengalami kasus serupa, sebagai peserta saya pun belajar menandai, mana-mana penyelenggara dan juri yang nggak perlu lagi diikuti lombanya. Saya sering di posisi peserta. Saya sering menang, juga sering kalah. Sata tahu rasanya legowo dengan pemenang yang pantas. Dan pernah ngalami kecewa dengan pemenang yang terlihat bagus hanya oleh juri. Anggap saja selera juri berbeda. Itu alasan pamungkas paling masuk akal.  Tidak perlu mengembangkan dugaan-dugaaan.  Curhat :p

Godaan Juri

Menjadi juri tidak mudah, loh. Tantangan jadi juri adalah bagaimana menilai dengan obyektif. Banyaknya peserta dari kalangan teman sendiri bisa membuat penilaian subyektif.  Beberapa poin yang saya catat dari pengalaman menjadi juri di lomba sebelumnya (GA Aku dan Pohon, dan GA Sekolah Impian) adalah adanya godaan-godaan sebagai berikut :

  1. Tulisan peserta yang masuk pada awal-awal periode tampak lebih bagus dan siap. Apakah ini subyektif? Ataukah karena saya punya waktu lebih banyak dan tenang untuk membacanya?
  2. Tulisan peserta yang datang keroyokan menjelang DL, walaupun bagus, tetapi karena dibaca dengan waktu yang terbatas jadinya kurang berkesan dan kurang diingat :)) Maaf ya, ini realita untuk para deadliner.
  3. Tulisan teman dekat yang sering kita baca blognya, yang sudah tahu gaya nulisnya, apalagi yang sering saya kunjungi karena ngefans, sedikit banyak menambah penilaian.
  4. Tulisan seseorang yang saya tahu beliau banyak followernya dan blognya sudah tenar, menggoda untuk dimenangkan kalau hadiahnya berupa buku atau produk. Biar bisa diendorse, gitu. (Nah, naah, kok kayak kasus saya sebut di atas) Jadi????
  5. Tulisan jawara lomba yang sudah sering menang, sebaiknya dimenangkan atau tidak? Pernah nggak terpikir begini: Ah, kayaknya doi sudah sering menang, mending yang lain aja deh ! Lhooo???
  6. Tulisan teman dekat, dimenangkan tidak ya? takut dikira KKN, nggak usah dimenangkan saja? Hiks, hiks, kok gitu?

Stop! Nggak boleh menuruti godaan-godaan itu. Ya sebisa mungkin obyektif. Fokus pada karya

Dan beginilah cara menjuri saya pada lomba kali #PiknikItuPenting :

  1. Semua link baru dibaca setelah penutupan pendaftaran. Jujur ini bakal menyita energi. Saya nggak boleh nyicil. Tapi demi keadilan. (Cara ini hanya berdasar sifat saya pribadi ya, bagi anda yang bisa mencicil dengan obyektif, silakan dicicil)
  2. Fokus pada karya. Lupakan alexa, DA, follower dari blog peserta. Kalau lomba tujuannya untuk buzzing, sekalian aja diadakan lomba buzzing, yang pesertanya khusus buzzer.
  3. Teman dekat/blog favorit fokus dibaca hanya pada post yang dilombakan. Fokus, fokus! Juri harus berani jujur pada diri sendiri kalau tulisan yang dilombakan bagus/jelek.
  4. Teman dekat boleh menang asalkan karyanya bagus. Katanya harus adil, nggak fair ah kalau setiap teman dekat menang dituduh KKN.
  5. Langganan menang boleh menang lagi, asalkan karyanya bagus. Fair juga buat si jawara ya, dia sudah bikin karya sebaik mungkin tapi masa iya harus tersingkir karena alasan udah sering menang. Kalau memang kebijakannya untuk pemerataan, penyelenggara juga harus berani menyebutkan di syarat ketentuan : Jawara lomba kagak boleh ikut. Itu baru fair... :))
  6. Meminta bantuan juri tamu untuk seleksi awal. Dengan peserta yang banyak ini, saya kuatir lelah membaca pada giliran akhir. Jadi saya minta 2 orang blogger untuk menjadi juri. Dari 228 karya dipilih 30 karya peserta jabodetabek dan 30 karya peserta luar jabodetabek yang terbaik versi juri tamu. Kriterianya sudah saya berikan sebelum mereka mulai menilai, yaitu cerita piknik paling berkesan, paling menarik dan membawa hikmah.
  7. Walaupun sudah dipilih 60 karya terbaik, saya tetap blogwalking ke 228 post untuk memastikan tidak ada tulisan menarik (versi saya) yang terlewatkan.  Dan memang nyatanya ada 2-3 karya yang saya pilih dan masuk seleksi berikutnya. Selebihnya saya cocok dengan pilihan juri tamu.
  8. Dari 60 karya saya memilih 32 pemenang utama dan hiburan (2 kelompok). Di sini tantangan semakin berat karena memilih yang terbaik diantara yang baik. Saya mengurutkan 1-60 karya peserta. Saya membaca berulang, masing-masing 2-3 kali membaca. Dalam proses ini ada yang posisinya naik dan turun silih berganti. Dalam hal ini saya tidak menggunakan skoring. Saya menggunakan penilaian kualitatif, percaya pada 'rasa' saat membaca.
  9. Dan akhirnya MANTAP memilih 32 pemenang. Alhamdulillah...

Menjadi juri tidak lepas dari galau dan bingung. Wajar, karena juri bukan mesin robotic. Kalau masih galau, coba baca berulang dan temukan yang terbaik.

Seseorang menasehati saya untuk tidak menunjukkan kegalauan ini (terimakasih sobat), namun saya memilih bercerita. Semoga bermanfaat.

Teman-teman punya pengalaman menjuri/dijuri ? Sharing yuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar