Jumat, 15 Mei 2020

Alam Memberi Warna pada Tenun Indonesia

Mereka adalah Bapak Muhammad Yakub, Ibu Rahmawati dan Ibu Susie Gantina Trisnawati.

Mereka menceritakan bagaimana usaha tenunnya bermula, dan bahwa alam Indonesia mewarnai buah karya mereka. Di balik helai-helai tenun yang indah tersebut, ada cerita penuh inspirasi.

Sebelum memasuki hall A dan B tempat pameran produk  Telkom Craft, pengunjung disambut deretan tenun khas daerah-daerah di Indonesia, lengkap dengan display ceritanya. Satu persatu saya baca, rasanya seperti sedang menjelajah negeri ini. Yang ada hanya decak kagum, kain-kain cantik tersebut adalah kain khas buah karya Indonesia.

Telkom Craft Indonesia adalah pameran tahunan produk-produk dari UKM Asli Indonesia pilihan yang bergabung dalam Rumah Kreatif BUMN Telkom. Tahun 2018 adalah tahun kedua diselenggarakan event ini. Telkom Craft Indonesia kali ini mengangkat keunikan Tenun Nusantara yang disuguhkan bersama ragam produk khas nusantara lainnya dalam kategori Fashion, Craft dan Food. Dari event ini diharapkan menyemangati anak bangsa untuk mengembangkan terus keunggulan produknya agar bisa berdaya saing global.

Sebagai sarana mendorong digital lifestyle masyarakat kekinian, Telkom Craft mengimplementasikan transaksi digital melalui mobile payment dan platform e-commerce Blanja.com.  Produk-produk yang dipamerkan di Telkom Craft ini semua bisa dibeli juga di Blanja.com. Jadi buat yang nggak sempat ke pemeran, cari saja di Blanja.com dengan kata kunci Asli Indonesia.

Asli Indonesia artinya produk tersebut bahannya dari sumber kekayaan alam Indonesia, dibuat di Indonesia dan dikerjakan oleh tangan-tangan Indonesia.

Tenun dengan Pewarnaan Alam.

Indonesia kaya akan keragaman hayati, di antaranya tumbuh-tumbuhan dan telah menjadi sumber pewarna kain alami sejak dulu kala. Hanya saja karena kebutuhan produksi tekstil secara massal, pewarnaan alam ini belum mampu menandingi jumlah produksi pewarna kimia.

Tampaknya pewarnaan alam menjadi trend produk UKM yang dipamerkan di Telkom Craft. Pewarnaan alami mengurangi pencemaran lingkungan dan efek samping pemakaiannya. Bahkan beberapa negara di Eropa seperti Belanda dan Jerman, telah melarang penggunaan zat warna kimia untuk pakaian, sepatu dan sprei. Keuntungan menggunakan pewarna alami adalah bahannya yang selalu terbarukan sehingga bisa ditanam ulang. Penggunaan pewarna alami secara luas akan meningkatkan nilai ekonominya, sehingga masyarakat akan tertarik untuk membudidayakannya.

Saya datang   dengan niat ingin melihat, memegang dan bertanya lebih jauh tentang kain-kain tenun Indonesia. Dari banyaknya booth yang ada di Telkom Craft, cukup banyak pengrajin tenun yang menggunakan pewarna alami, sebagian besar dari tumbuh-tumbuhan.

Ada banyak booth Tenun yang sangat menarik. Apa yang saya tulis di sini hanya 3 di antaranya.

Sebagai penyuka warna-warna natural, saya langsung terkesan melihat warna-warna kain di booth Tiara Tenun Ikat Jepara. Pada booth itu digelar produk-produk Lompong Textiles yang merupakan bagian dari Tiara Tenun Ikat Jepara. Saya elus bahan-bahan katun dengan motif tak simetris bergambar dedaunan atau salur-salur lembut yang sangat memikat hati.

Saya ngobrol dengan Bapak Muhammad Yakub, tentang Lompong Textile. Beliau menunjukkan beberapa bahan alam yang digunakan untuk pewarnaan kainnya, antara lain daun randu, daun putri malu, kayu kuning, kayu soga tingi, dan kulit kayu mahoni. Penggunaan pewarna alami berkontribusi menjaga lingkungan bumi ini dengan me-recycle limbah kulit kayu untuk warna alam dan memanfaatkan rumput serta dedaunan sekitar.

Produk Lompong Textiles dibuat dengan proses yang rumit dari sehelai benang menjadi lembaran kain. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian untuk memintal benang, menghani, menggambar, mengikat, mencelup, menyekir/ mengebum, menyucuk, mengadani, hingga menenun serta proses yang lainnya.

Usai pameran, saya akhirnya menghubungi Pak Yakub untuk lebih banyak mendengarkan ceritanya. Beliau sangat ramah dan mengalirkan ceritanya melalui telepon.

Teknik ecoprint yang digunakan Lompong Textiles berbeda dari ecoprint lainnya, yaitu menggunakan kombinasi teknik ikat pewarnaan alam dan ecoprint. Bahan yang digunakan katun murni, sutra dan rayon. Bahan katun butuh waktu pewarnaan lebih lama daripada sutra dan rayon.

Pak Yakub besar di Desa Troso, Jepara. Troso dikenal sebagai tempat penghasil tenun ikat tradisional bukan mesin. Beliau kemudian belajar secara autodidak tentang teknik ecoprint, dengan melihat video-video. Tahun 2015 Pak Yakub berkorespondensi via email dengan orang dari Swistzerland dan Australia yang dikenalnya dari komunitas tenun ecoprint. Dengan bertukar ilmu dan terus melakukan percobaan-percobaan, hasil tenun ecoprint Pak Yakub pun bertambah baik.

Merasa usahanya masih kecil, Pak Yakub pesimis mendaftar Telkom Craft. Namun mengingat ini adalah kesempatan emas, berbekal portofolio sebagai juara 3 dalam ajang Kriya Tekstil Nasional (April 2017) Pak Yakub pun mengikuti kurasi. Adalah prestasi membanggakan buat Pak Yakub ketika akhirnya bisa layak ikut pameran Telkom Craft berkat teknik pewarnaan alami yang digunakan pada tenunnya.

Saat ini permintaan pada Tiara Tenun Ikat Jepara, dan Lompong Textile khususnya, sangat banyak. Jujur beliau mulai kewalahan. Pak Yakub tetap memprioritaskan kualitas daripada kuantitas. Harapannya, beliau akan bisa menambah tenaga kerja dalam waktu dekat ini.

Diakui, produk Lompong textile belum banyak berjualan online, harapannya setelah Telkom Craft ini akan mengupload lebih banyak foto produknya diBlanja.com. Jika melihat hasil ecoprintnya yang menawan, serta semangatnya untuk berkembang, saya percaya "local hero" yang satu ini akan berjaya nantinya.

Kisah Bu Rahmawati tentang Liza Mangrove, Sumatera Utara.

Dari sekian banyak booth, Liza Mangrove mampu membuat saya ingin mampir. Batik "Mangrove" baru saya ketahui dari sini. Kira-kira, apa kontribusi mangrove pada kain ini? Saya bertanya pada penjaga booth, Pak Ben Sugito yang sangat ramah dan mau menjelaskan. Rupanya, mangrove digunakan untuk pewarna alami pada kain-kain Liza Mangrove.

Masih ingin bertanya banyak, saya pun menghubungi Ibu Rahmawati pemilik Liza Mangrove melalui Whatsapp Messenger. Dari sini saya tahu cerita asal mula Liza Mangrove.

Ibu Rahmawati (32 tahun) berasal dari Desa Tanjung Rejo, Deli Serdang. Ketika desa terkena dampak abrasi pantai, dan masyarakat kehilangan pekerjaan sebagai nelayan ataupun petani, mangrove menjadi pilihan penyambung hidup. Mangrove bisa memberi manfaat kehidupan dan peluang usaha karena semua bagian pohon bisa dimanfaatkan.

Lelah kerja serabutan, Ibu Rahmawati  merintis usaha batik mangrove bersama Bapak Supriyanto , suaminya. Bermula dari pelatihan membatik yang diikutinya di Jakarta tahun 2012, Bu Rahma mempelajari teknik pembuatan pola, mencanting, pewarnaan, pencelupan dan pelunturan malam.  Beliau juga mempelajari ilmu pewarnaan alami. Dari situ muncul ide Bu Rahma untuk memanfaatkan mangrove sebagai bahan pewarna. Ia langsung praktek membuat batik dengan pewarna dari batang mangrove.

Batang mangrove diambil dari sisa-sisa yang telah dipotong daunnya oleh orang lain. Bagian bawah kayu mangrove bagus untuk pewarnaan. Kayu mangrove dulunya untuk pewarna jaring, lantas Bu Rahma mencobanya untuk kain. Tak mudah untuk menghasilkan warna pada batik sebelum mendapatkan warna yang diinginkan. Ibu Rahmawati terus mencoba dengan sepenuh hati.

Pada bulan kelima, Ibu Rahma bisa menemukan formulasi untuk menghasilkan 7 warna dari bahan alami mangrove. Dari situlah Bu Rahma mengembangkan Liza Mangrove. Penamaan Liza adalah nama anak-anak Bu Rahma, yaitu Laras dan Iza.

Tahun 2016, Keluarga Bu Rahma berpindah ke Labuhan Deli agar lebih mudah mendapatkan pasokan kain. Perekonomian keluargapun membaik dari usaha Liza Mangrove ini.

Motif mangrove adalah unggulan kain buatan Bu Rahmawati.  Ada 7 motif mangrove yang menjadi ciri khasnya, berpadu dengan motif melayu yang menjadi ciri khas Deli Serdang. Motif mangrove ini dituangkan dalam kain 2,4 meter. Adapun jenis kain yang digunakan adalah kain sutra, katun, dan dobi. Satu kain butuh waktu pembuatan selama kurang lebih 3 hari.

Bu Rahma sempat tak percaya diri karena tidak mengenyam sekolah. Namun beliau berpikir, bahwa keahliannya belum tentu bisa dilakukan oleh orang bersekolah sekalipun. Dari situ rasa percaya dirinya tumbuh kembali.

Bu Rahma kemudian bergabung di rumah kreatif Telkom di Lubuk Pakam. Dari sini beliau berkenalan dengan teknologi digital. Bu Rahma juga belajar membuat toko online, memotret produk dengan ponsel dan belajar mengunggahnya di situs Blanja.com. Usahapun terus berkembang.

Batik Liza Mangrove kini dikenal dan dipasarkan dalam dan luar kota, hingga dikirim ke luar negeri. Batik Liza Mangrove banyak dipamerkan di pameran-pameran di kabupaten dan propinsi. Dari tahun 2017 Liza Mangrove mulai membuat dompet, tas dan sepatu.

Kisah Ibu Susie dari Bogor tentang Kain Shibori-nya.

Dari penjaga di booth di Telkom Craft, saya tahu bahwa Shibori by Susie ini berasal dari kota Bogor. Wah, satu kota dengan saya, kapan-kapan saya mau ke butiknya.

Saya pun menghubungi Ibu Susie Gantina Trisnawati, owner Shibori by Susie untuk melakukan wawancara. Ibu Susie menekuni teknik pewarnaan shibori sejak  2012. Shibori adalah kerajinan kain dengan teknik ikat dan celup dari Jepang. Shibori mirip teknik tie dye jumputan dan sasirangan. Bahan yang sering digunakan adalah kain sutra, cifon, dan katun.

Ibu Susie menyukai teknik pewarnaan Shibori karena  selalu ada surprise di setiap kain yang dibuatnya. Jadi ingin membuat lagi dan lagi. Dari hobi, ketrampilan ini menjadi usaha. Lama kelamaan Siboriby Susie makin digemari dan dijual ke berbagai daerah Indonesia dan luar negeri.

Ibu Susie saat ini menjalin kerjasama dengan desainer agar kainnya bisa diperagakan di event-event internasional. Ibu Susie sangat berharap bisa menembus pasar global dengan produk handmade-nya. Beliau tahu bahwa pasar internasional sangat menghargai handmade, unik dan pewarnaan alam. Selain itu, kain shibori juga mempunyai nilai heritage, karena melalui proses jumputan, ikat dan  celup dengan gaya yang lebih moderen.

Shibori by Susie diproduksi di Desa Cihideung, Bogor. Dari usaha ini , Bu Susie bisa mengangkat kehidupan perempuan di kampung-kampung yang tadinya tidak punya kegiatan jadi punya penghasilan tambahan. Beliau berharap dengan semakin luas dan semakin maju cara berpikirnya, perempuan-perempuan tersebut akan lebih semangat untuk bisa meningkatkan taraf hidup mereka.

Shibori by Susie juga mengembangkan teknik pewarnaan eco print, yaitu daun ditempel pada kain, digulung, diikat dan dikukus sehingga meninggalkan print-out alami berbentuk daun pada kain. Bu Susie banyak memberikan pelatihan/workshop untuk teknik eco-print ini.  Kain dan pashmina Shibori by Susie ini juga telah dipasarkan di Blanja.com . Coba perhatikan foto berikut, tahukah anda hasil cetak daun apa saja pada phasmina ini?

Local Heroes To Global Champions.

Tak kenal maka tak sayang. Pameran Telkom Craft ini memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pecinta tenun, juga bagi yang belum mengenalnya agar lebih kenal. Kalau sudah kenal, siapa tahu tumbuh rasa sayang.

Kita sebagai konsumen, sudahkah memilih produk lokal sebagai pilihan berbusana? Dari pameran Telkom Craft ini terbukti, produk UKM Indonesia tak kalah menawan. Tampilannya mewah dan kualitasnya bagus.

Rumah Kreatif BUMN Telkom berusaha terus mendorong berkembangnya local heroes ini agar bisa menembus pasar global dengan terus melakukan pelatihan, promosi serta mendorong pemasaran online secara lebih intensif di Blanja.com sehingga bisa menjangkau pasar global dengan lebih mudah.

Alam tersenyum pada kita dengan warna-warnanya. Para local heroes tersebut telah berhasil menyambut senyuman alam.  Setelah tahu kisahnya, kita berharap bersama, mahakarya negeri ini mampu dinikmati dunia.

****

Semua foto Telkom Craft adalah dokumentasi pribadi dan dari Bpk. Moh. Yakub.

Wawancara dilakukan langsung melalui telepon dan WA .

Terimakasih saya sampaikan kepada para Narasumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar